Dokumentasi Muhammad Rizky ( PLTU Banten 3 Lontar)

OPTIMASI MANAJEMEN PEMASOKAN DAN LOGISTIK CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BIOMASSA CO FIRING PLTU

Bagas Indrayatna
7 min readFeb 6, 2021

--

Terbitnya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2019- 2038 menyebutkan bahwa salah satu roadmap konservasi energi untuk kegiatan penyediaan energi adalah program peningkatan efisiensi energi dengan metode cofiring. Hal ini direspon oleh PLN dengan melakukan uji coba co-firing menggunakan pelet kayu dan cangkang kelapa sawit di lima PLTU jenis Pulverized Coal (PC) dan Circulating Fluidized Bed (CFB).

Hasilnya, dari beberapa parameter standar operasional coal mill menunjukkan bahwa co-firing batubara dan cangkang kelapa sawit hingga 3% memperoleh hasil yang baik dan aman bagi coal mill. Sebagai salah satu material co-firing PLTU di Indonesia, cangkang kelapa sawit memiliki daya tarik yang memikat. Hal ini karena cangkang kelapa sawit merupakan hasil limbah dari produksi crude palm oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Sebagai limbah industri, cangkang kelapa sawit menjadi solusi dari faktor penghambat produksi biomassa yaitu faktor minimnya lahan untuk dijadikan penanaman tanaman produksi biomassa. Dengan memamanfaatkan cangkang kelapa sawit dapat mengurangi penggundulan hutan akibat pembukaan lahan untuk penanaman tanaman biomassa yang lain. Tentunya pemanfaatan limbah cangkang kelapa sawit dari proses produksi CPO ini juga akan menjadikan zero waste pada produksi di PKS. Sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga dengan lestari tanpa limbah. Pasokan cangkang kelapa sawit yang melimpah menjadi alasan penting penggunaan biomass ini untuk co firing PLTU di Indonesia.

Produksi cangkang kelapa sawit Indonesia mencapai 2,4 juta ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2019). Hal ini dihitung dengan asumsi dalam pengolahan 1 (satu) ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menghasilkan limbah cangkang (shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg. Dan dengan jumlah produktivitas 36.594.813 ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2019:21).

Jika dari nilai kalor, nilai kalor cangkang kelapa sawit mencapai 3.500 kkal/kg4.100 kkal/kg. Ini merupakan nilai kalor biomassa yang terhitung fantastis dibanding biomassa yang lain dengan mempertimbangkan pasokan dan dampak lingkungannya. Jika dibanding dengan batubara yang mempunyai nilai kalori berkisar antara 4800 kkal/kg sampai 7200 kkal/kg, cangkang kelapa sawit cukup seimbang untuk menjadi bahan co-firing batubara. Selain itu, kadar air yang dikandung oleh cangkang kelapa sawit hanya sebesar 8–11%. Sehingga cocok untuk menjadi biomassa co-firing batubara di PLTU.

Cangkang kelapa sawit memiliki ash content (kadar abu) yang rendah, yakni kurang lebih sekitar 2–3% menjadikan limbah abu sedikit sehingga berdampak bagi kelestarian lingkungan. Dengan intensitas kadar penguapan yang lumayan tinggi yakni berkisar 69–70%. Hal ini dengan menggunakan cangkang kelapa sawit akan jauh lebih ramah terhadap lingkungan sekitar. Sebab cangkang kelapa sawit lebih relatif rendah mengandung zat sulphur karbon, sehingga mengurangi pencemaran polusi udara. Ini semua membuat komoditas cangkang kelapa sawit sebagai co firing PLTU batubara cukup seksi dan menarik untuk dikembangkan.

Untuk bisa menerapkan cangkang kelapa sawit sebagai co firing PLTU batubara, perlu adanya manajemen pemasokan dan logistiknya. Namun, penulis menemukan bahwa sampai saat ini belum ada regulasi atau sistem khusus untuk manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit sebagai co firing PLTU batubara. Penelitian ataupun hasil riset mengenai manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit ini juga belum masif dilakukan. Padahal riset mengenai manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit ini sangat berguna dalam mengembangkan co firing PLTU di Indonesia. Selain itu, juga dapat mendukung program GoLive Co Firing Biomassa oleh PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang diluncurkan pada 10 Juni 2020 yang lalu. Salah satu riset yang mengarah pada manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit ini pernah ditulis pada sebuah tesis.

Pada tahun 2019, Yovita Yulia M Zai dalam tesisnya membahas mengenai strategi inovasi logistik cangkang kelapa sawit untuk pasar ekspor. Hanya saja ini tidak mengarah pada manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit sebagai co firing PLTU batubara. Untuk itu diperlukan manajemen khusus mengatur pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menuju ke PLTU. Alasannya, apabila regulasi atau sistem ini belum ada, maka akan menjadi penghambat dalam pelaksanaan co firing PLTU batubara di Indonesia. Karena akan terjadi tumpang tindih kepentingan dalam proses pendistribusian dan memanajemen pasokan cangkang kelapa sawit.

Manajemen logistik adalah komponen manajemen rantai pasokan yang digunakan untuk memenuhi permintaan pelanggan melalui perencanaan, pengendalian, dan implementasi pergerakan dan penyimpanan yang efektif dari informasi, barang, dan jasa terkait dari asal ke tujuan. Proses pengelolaan logistik dimulai dari penumpukan bahan baku hingga tahap akhir pengiriman barang ke tujuan. Dengan mematuhi kebutuhan pelanggan dan standar industri, manajemen logistik memfasilitasi strategi proses, perencanaan, dan implementasi. Manajemen logistik melibatkan banyak elemen, termasuk:

  • Memilih vendor yang sesuai dengan kemampuan menyediakan sarana transportasi
  • • Memilih rute transportasi yang paling efektif
  • • Menemukan metode penyampaian yang paling kompeten
  • • Menggunakan perangkat lunak dan sumber daya TI untuk menangani proses terkait dengan ahli

Dalam manajemen logistik, keputusan yang tidak bijaksana menciptakan banyak masalah. Misalnya, pengiriman yang gagal atau tertunda menyebabkan ketidakpuasan konsumen. Perencanaan logistik yang buruk secara bertahap meningkatkan biaya, dan masalah mungkin timbul dari penerapan perangkat lunak logistik yang tidak efektif. Untuk mengatasi masalah ini, organisasi harus menerapkan praktik manajemen logistik terbaik. Perusahaan harus fokus pada kolaborasi daripada persaingan. Kolaborasi yang baik antara penyedia transportasi, pembeli dan vendor membantu mengurangi biaya. Penyedia transportasi yang efisien dan aman juga penting untuk kesuksesan bisnis.

Berdasarkan kajian literatur dan teori terhadap masalah manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit. Berikut strateginya yaitu :

  1. Pemusatan data cangkang kelapa sawit dan penetapan harga acuan cangkang kelapa sawit nasional. Strategi ini mengutamakan pada pemusatan data cangkang kelapa sawit secara nasional oleh Kementrian/Lembaga terkait. Kementrian/Lembaga terkait dapat melakukan survei statistik ke seluruh PKS untuk mengambil data cangkang kelapa sawit. Survei dilakukan setiap triwulan dengan mengambil data produktivitas cangkang kelapa sawit dan mengambil sampel cangkang kelapa sawit untuk diteliti guna mengetahui kualitasnya. Sehingga produktivitas, kualitas, pemetaan potensi, harga, ekspor-impor dapat dikontrol secara masif dan komprehensif. Dengan pemusatan data, maka mudah bagi Kementrian/Lembaga terkait memberikan jaminan pasokan dan penetapan harga acuan cangkang kelapa sawit nasional. Atas dasar ini, dapat didirikan divisi/subdirektorat khusus cangkang kelapa sawit di Kementrian/Lembaga terkait perkelapasawitan nasional.
  2. Pembangunan Palm Shell Distribution Terminal (PSDT) di wilayah regional penghasil cangkang kelapa sawit untuk menjamin keamanan, fleksibilitas dan efisiensi penyediaan cangkang kelapa sawit. PSDT berfungsi sebagai pusat data yg mengkomunikasikan antara keberadaan cangkang kelapa sawit dari suatu PKS (supply) ke PLTU (demand). PSDT menjaga dan menjamin ketahanan pasokan cangkang kelapa sawit ke PLTU dengan melaksanakan sistem cadangan/stockpiling di PKS. Sehingga proses distribusi cangkang kelapa sawit dari PKS menuju PLTU dapat berjalan satu pintu. PSDT akan menentukan sistem transportasi yang akan digunakan, PKS yang akan memasok, dan sistem distribusinya (single distribution atau pillion distribution). Oleh karena itu, PSDT menjadi motor utama dalam manajemen pasokan dan logistik cangkang kelapa sawit ini. PSDT akan bekerja dengan memanfaatkan Internet of Things dan Big Data. Pemanfaatan teknologi 4.0 ini akan mempermudah sistem kontrol dan pemetaan antara supply & demand. Saat ini dengan jumlah produktivitas 36.594.813 ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2019:21) yang tersebar di 25 provinsi, PSDT dipetakan menjadi 12 regional. Meliputi regional Aceh-Sumatera Utara (ACSU), Sumatera Barat-Riau-Kepulauan Riau (SBRI-KR), Jambi-Bengkulu (JMBL), Sumatera Selatan-Lampung-Bangka Belitung (SLBB), Jawa Barat-Banten (JBB), Kalimantan Barat-Kalimantan TengahKalimantan Selatan (KBTS), Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (KTKU), Gorontalo-Sulawesi Barat-Sulawesi Selatan (GSS), Sulawesi Tengah-Sulawesi Tenggara (STT), Maluku, Papua, dan Papua Barat. Dasar argumentasi pengategorisasian menggunakan suatu pendekatan yang disebut sebagai klasterisasi. Klasterisasi ini berdasarkan sisi kesediaan/supply dan permintaan/demand. Sisi supply yaitu dengan memperhatikan kedekatan geografis provinsi dan produktivitas produksi kelapa sawitnya. Sisi demand yaitu memperhatikan kedekatan dengan pusat sarana tranportasi seperti pelabuhan laut, jalan raya/tol, atau kereta api barang serta memperhatikan kedekatan dengan lokasi PLTU.
  3. Menerapkan sistem resources base dalam pendistribusian dari PKS menuju PLTU Strategi ini berfokus pada target distribusi cangkang kelapa sawit dari PKS menuju PLTU dengan jarak paling dekat dan moda transportasi paling efisien. Sehingga efisiensi supply & demand pasokan cangkang kelapa sawit PLTU dapat terjaga. Pemetaan pasangan PKS dengan PLTU terkait distribusi ini dibuat sesuai efisiensi dan efektifitas jarak tempuh, transportasi, dan tingkat supply & demand. Pemetaan dibuat dan diubah oleh PSDT dengan menyesuaikan stock PKS dan kebutuhan PLTU. PSDT akan selalu memperbarui peta supply & demand ini sesuai resource base yang ada. PSDT akan menerima informasi terbaru mengenai pasokan cangkang kelapa sawit di setiap PKS per jam. Informasi ini akan ditampung dalam satu platfrom cloud computing. Dimana data input dari PKS akan disandingkan dengan data output (demand) dari PLTU di hari itu. Pemasangan PKS dan PLTU akan berdasar pada letak secara geografis dan kondisi infrastruktur moda transportasinya. PSDT akan menggunakan fitur Google Maps untuk memudahkan melihat letak geografis dan kondisi jalur transportasinya.
  4. Menerapkan sistem transportasi yang lebih optimal dan efisien (pemilihan jenis dan kapasitas moda angkut) Sistem transportasi menjadi faktor utama dalam pendistribusian cangkang kelapa sawit. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem transportasi yang optimal dan efisien. Pemilihan jenis dan kapasitas moda angkut ini menjadi tanggungjawab PSDT. Penetapan jenis dan kapasitas moda angkut akan erat kaitannya dengan jarak PSDT dengan PLTU, kapasitas cangkang kelapa sawit yang akan dikirim, dan retention time yang disepakati oleh pihak PSDT dan PLTU. Misalnya walaupun secara jarak darat suatu PSDT dengan PLTU dekat, namun jika diakses jalannya jauh atau rusak sehingga dapat menaikkan cost. Maka PDST akan mengambil moda transportasi laut untuk mengefisiensi cost dan waktu.
  5. Menerapkan pillion system dengan perusahaan batubara untuk distribusi satu tujuan PLTU Pillion system merupakan sistem distribusi cangkang kelapa sawit yang dititipkan dengan kapal/moda transportasi yang akan mengirim batubara ke PLTU. Sistem ini akan membuat praktis distribusi karena posisi PDST kapasitas cangkang kelapa sawit besar dekat dengan Coal Power Plant (CPP)/terminal batubara. Misalkan dalam pengiriman 10000 ton batubara ke PLTU Paiton dari CPP Kalimantan Tengah, PDST dapat melakukan pillion system dengan menitipkan 300 ton cangkang kelapa sawit yang bersumber dengan PKS terdekat. PSDT sebagai media komunikasi antara PKS dan CPP akan mengatur jumlah cangkang kelapa sawit yang akan dikirim. Hal ini efektif demi mewujudkan co-firing PLTU sebesar 3 % di PLTU Paiton.
  6. Membangun e-SIP-CAS, aplikasi khusus supply chain cangkang kelapa sawit Demi efisiensi dan efektifitas komunikasi bisnis antara pihak pemasok/PKS, pendistributor/PSDT, dan konsumen/PLTU, aplikasi e-SIP-CAS perlu dibangun. Aplikasi ini akan mengakomodasi, menginformasikan, dan mengkoordinasi mengenai pasokan cangkang kelapa sawit dari hulu sampai hilir secara Internet of Things (IoT). Penggunaan E-SIP-CAS misalnya digunakan dalam koordinasi pasokan di PKS dengan permintaan PLTU. Pihak PLTU dapat mengecek pasokan cangkang kelapa sawit di PKS terdekat. Setelah itu bisa memesan cangkang kelapa sawit sesuai harga di hari itu yang secara otomatis akan diperbarui oleh pihak Kementrian/Lembaga terkait. Selain itu, pihak PLTU juga bisa memesan cangkang kelapa sawit dan mengirimkan dengan pillion system. Jika pihak PLTU meminta pendistribusian dengan pillion system maka, pihak PDST akan bekerjasama dengan pihak batubara untuk menitipkan distribusi cangkang kelapa sawit. Semua itu akan dilaksanakan dengan sistem big data & Internet of Things.

--

--

Bagas Indrayatna
Bagas Indrayatna

Written by Bagas Indrayatna

0 Followers

I am a palm oil mill engineer. I am interested in renewable energy, palm oil, sustainability, and mechatronics.

No responses yet